SUMATERA BARAT, radar-x.net – Sedikitnya 2000 hektar lahan kebun HGU perusahaan Bakrie group unit 1 sungai Aur dan unit 2 air balam telah dilakukan Replanting (peremajaan-red) oleh kontraktor rekanan perusahaan perkebunan dan pabrikan CPO terbesar di kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat.
Dasar berdirinya perkebunan raksasa Bakrie goup ini dilahan adat Ulayat Kebosaan (raja adat,-red) Manjunjung Bilang dan Bosa Parit adalah pelepasan Ulayat kepada pemerintah untuk HGU ditahun 1990 seluas 11.600 ha. Dan penyerahan ini diketahui oleh masyarakat dan tokoh adat adalah sebagai HGU yang memiliki limit atau waktu (bukan abadi atau bukan menjadi hak milik).
Dalam kesepakatan awal bahwa HGU ini di buat juga berbarengan dengan pembangunan kebun plasma masyarakat yang berbapak angkatkan juga kepada perusahaan milik Mentri era orde baru itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hingga saat ini perusahaan ini sudah menguasai tanah adat dan tanah perbanjaran (kebun masyarakat,-red) sudah tercatat 29 tahun, hal ini lah yang menjadi momok besar perusahaan saat ini, mengingat HGU hanya berlaku 25 tahun, dan saat ini sudah kelebihan 4 tahun, hal ini patut dicermati bersama,” kata MW masyarakat adat di sungai Aur.
Hasil infestigasi awak media dapat diketahui dari palang gapura perusahaan di unit 2, bahwa HGU Bakrie ternyata diselesaikan pihak perusahaan pada tahun 2013 yang menurut BR adalah sikap pembodohan masyarakat oleh perusahaan terhadap masyarakat adat.
“Sebut saja kelompok tani Sumber Hidup, konon perkebunan plasma masyarakat yang seharusnya dibangun seluas 500 Ha, oleh bapak angkat, hingga kini belum terlaksana,” ungkap An (salah satu pengurus kelompok tani Sumber Hidup) kepada awak media.
“Kami sudah sering mengingatkan pihak perusahaan, kami sudah sering demontrasi ke perusahaan dan kami sudah sering di mediasi pemerintah agar perusahaan segera merealisasikan plasma ini, namun saat ini belum ada itikat pimpinan-pimpinan perusahaan ini untuk menyelesaikannya,” tegas An.
Masalah berikutnya kasus pembodohan KUD Parit, yang sudah dikonversi oleh perusahaan dan ditanda tangani oleh Bupati Pasaman barat Drs.Syahiran MM tahun 2009 adalah murni mencederai hati rakyat, menurut masyarakat ZI (anggota KUD Parit) bahwa seharusnya lahan plasma yang harus diterima kelompok seluruhnya 1800Ha dengan asumsi 2 Ha untuk 900 orang yang sudah didata dari awal, nyatanya dalam akta konversi hanya 800Ha.
“Kegagalan Bakrie group memenuhi kewajibannya ini sudah merugikan masyarakat adat, sebap masyarakat hanya menerima plasma 1,6 Ha bahkan 0,9 Ha. Dan replanting ini menurut masyarakat jelas jelas dan nyata sebagai suatu penjajahan dan pembodohan rakyat,” ujar HM (salah satu ketua kelompok di KUD Parit).
Menurut MB (ketua ormas disana) pihak perusahaan selama menguasai tanah Ulayat sarat dengan pembodohan termasuk pajak perkebunan, hal ini disimpulkan beliau berkenan dengan tahun 2005 kebun ini sudah produksi sedangkan HGU nya baru diselesaikan perusahaan tahun 2013, artinya ada 8 tahun perusahaan sudah melenggang dengan sistim kolonial dipasaman barat.
Replanting ini menurut ZI adalah sebuah tindakan penjajahan dan pembodohan yang nyata, mengingat sampai saat ini pemangku dan masyarakat adat belum pernah menanda tangani rekomendasi perpanjangan HGU kepada pemerintah untuk perpanjangan izin HGU nya. (Tim)