SURABAYA, RADAR-X.Net – Memasuki usia ke-65, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) Jawa Timur menggelar refleksi penting atas perjalanan panjang lembaga Lesbumi PWNU Jawa Timur.
Dalam momentum tersebut, Ketua Lesbumi PWNU Jawa Timur, Riadi Ngasiran, menyampaikan pesan kritis mengenai bahaya jeratan mitos kebudayaan di tengah masyarakat yang terus mengalami perubahan.
“Sebagai lembaga di bawah organisasi Islam terbesar di dunia, Lesbumi NU bertanggung jawab membawa misi pencerahan. Namun, kami mencermati adanya mitos kebudayaan yang justru bisa membelenggu misi tersebut,” ujar Riadi dalam siaran pers, Rabu (23/4/2025).
Dia mencontohkan, kecintaan berlebihan terhadap benda-benda budaya masa lalu seperti keris atau pusaka lainnya.
“Jika ada aktivis Lesbumi yang menyukai benda-benda pusaka, itu harus dilihat sebagai simbol budaya, bukan untuk diagung-agungkan secara berlebihan,” jelasnya.
Menurutnya, Lesbumi NU harus menjelaskan nilai simbolik dari budaya tersebut dan mendorong apresiasi terhadap karya generasi sekarang.
Lesbumi NU pertama kali didirikan pada 21 Syawal 1381 H atau 28 Maret 1962 oleh tiga tokoh besar: Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, dan Asrul Sani. Sejak era Reformasi, Lesbumi berkembang menjadi lembaga yang tidak hanya menaungi seniman Muslim, tetapi juga menegaskan afiliasi dan tanggung jawab moral terhadap misi Nahdlatul Ulama.
Riadi menjelaskan bahwa akar kata Nahdlatul Ulama mengandung makna “kebangkitan” atau nahdlah, yang dalam konteks pemikiran berarti pencerahan.
“Lesbumi mengemban misi pencerahan dalam dua sisi: pemikiran dan keruhanian. Semua ini berpijak pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Lesbumi PBNU KH Muhammad Jadul Maula mengakui bahwa masih banyak pihak yang belum mengenal kiprah Lesbumi secara utuh. “Mungkin karena kelemahan kita sendiri. Tapi kita harus menjadikannya sebagai bahan evaluasi dan pelecut semangat,” katanya.
Dalam rangka Harlah ke-65 Lesbumi NU, KH Jadul Maula mengajak seluruh pengurus Lesbumi di berbagai tingkatan untuk mengadakan peringatan sederhana, semisal tumpengan atau selamatan.
“Tidak harus banyak orang, cukup tujuh orang saja,” ucapnya.
Agenda peringatan tersebut meliputi pembacaan Surat Al-Fatihah sebanyak 1000 kali, dzikir dan tahlil untuk para muassis NU, pendiri Lesbumi, serta seniman dan budayawan Nusantara. Waktu pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing daerah, selama masih dalam bulan Syawal.